Perkawinan Pantang: Larangan Pernikahan Sesuku Di Minangkabau

Ilustrasi : Pernikahan Minangkabau

Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal yaitu mengambil garis keturunan ibu. Garis keturunan ibu atau suku dalam sistem kekerabatan minangkabau mengharuskan seseorang menikahi orang dari luar sukunya.

Masyarakat Minangkabau dilarang kawin dan menikah dengan orang yang sepersukuan atau satu suku. Sama seperti yang terjadi di masyarakat atau beberapa adat tertentu, yang masih memiliki hubungan darah atau terikat dengan sistem kekebaratan tidak bisa dinikahi atau disebut dengan “Perkawinan Pantang”.

Pada artikel ini kita akan membahas bagaimana hukum adat tentang perkawinan/pernikanan sepersukuan (Kawin Sasuku).

Minangkabau menganut falsafah “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Falsafah ini seperti sudah melekat pada pelaksanaan sistem adat dalam suku minangkabau.

Menurut adat Minangkabau selain larangan kawin menurut agama ada juga perkawinan yang dilarang oleh adat atau disebut “perkawinan pantang”.

Perkawinan pantang adalah perkawinan yang dapat merusak sistem kekerabatan sekaum atau sesuku meskipun tidak mempunyai hubungan darah atau pertalian darah.

Perkawinan sesuku tidak merupakan larangan yang dalam artian larangan pernikahan secara agama, tetapi hanya sebatas pantangan (incest) yang disepakati oleh adat.

Hal ini telah diberlakukan sejak lama seiring dengan sejarah kekerabatan adat minangkabau.

Perkawinan sesuku dibangun atas dasar “Raso Jo Pareso” dan sumpah kesepakatan dalam aturan para nenek moyang. Atas dasar tersebut maka orang minang menjadikan aturan tersebut menjadi wajib.

Pelanggaran terhadap aturan adat ini disebut dengan delik adat (adat reactive) atau pidana adat yang substansinya tidak seragam pada setiap nagari.

Terkait dengan adanya perkawinan sesuku dimasyarakat Minangkabau, timbulah bebarapa perspektif dari masyarakat Minang mitos yang ada jika perkawinan sesuku ini tetap dilakukan..

Menurut Ibnu Abbas selaku Niniak Mamak dari suku Pitopang mengenai mitos yang ada jika terjadi perkawinan sesuku, yaitu:

  1. Anak perkawinan sesuku di Minangkabau akan mengakibatkan keturunan yang buruk laku, terlahir tidak normal atau cacat fisik, terlahir bodoh atau sering disebut dengan istilah andia.
  2. Sering mendapatkan musibah
  3. Susah rezeki
  4. Rumah tangga tidak harmonis
  5. Sering terjadi pertengkaran dan perseteruan.

Ada filsafat dalam masyarakat Minangkabau “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Syarak Mangato, Adat Mamakai. Maksudnya adalah adat dan agama Islam di Minangkabau berkait rapat, merupakan kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Di agama yang sedarah dilarang menikah.

Di adat minang yang sesuku adalah sedarah, maka dilarang menikah. Jadi bisa dikatakan pandangan islamnya tidak masalah selama kita masih bertumpu pada ajaran agama islam. Karena minang berarti islam.

Perkawinan sesuku ini pada umumnya memiliki akibat hukum yang sama terhadap para pelakunya, yaitu terbuang dari kampung, denda yang nilainya hampir sama, Perkawinan akan menyatukan dua keluarga yang berbeda, bukan hanya menyatukan antara pasangan suami istri saja.

Dalam peraturan adat di Minangkabau pasangan yang akan menikah adalah pasangan yang berbeda suku (eksogami) bukan satu suku.

Adapun menurut hukum adat Minangkabau seseorang dilarang kawin dengan suku yang sama disebabkan karena garis keturunan di Minangkabau dilihat berdasarkan garis keturunan ibu, adapun terkait sistem perkawinannya menggunakan sistem eksogami matrilokal atau eksogami matrilineal, yaitu suatu sistem yang memperbolehkan seseorang menikah dengan orang yang memiliki suku yang berbeda dengannya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *