Pencak silat adalah seni bela diri tradisional yang kaya akan nilai-nilai budaya dan spiritual di berbagai daerah di Indonesia. Di Minangkabau, seni bela diri ini dikenal dengan sebutan “silek”.
Silek tidak hanya merupakan teknik bela diri, tetapi juga mencerminkan kebijaksanaan lokal dan filosofi hidup masyarakat Minangkabau. Salah satu aliran silek yang terkenal adalah Silek Kumango.
Asal Usul Silek di Minangkabau
Belum ada catatan pasti mengenai pencipta pertama seni bela diri silek di Minangkabau.
Menurut legenda yang berkembang, silek Minangkabau telah dimiliki dan dikembangkan oleh Datuak Suri Dirajo, seorang penasehat Sultan Sri Maharajo Dirajo dari Kerajaan Pariangan.
Datuak Suri Dirajo tidak hanya menciptakan silek tetapi juga mengembangkan berbagai kesenian lainnya seperti tari-tarian dan alat musik tradisional.

Perkembangan Silek Kumango
Silek Kumango merupakan salah satu aliran silek yang tertua di Minangkabau, yang berkembang di Nagari Kumango, Kabupaten Tanah Datar. Diciptakan oleh Syekh Abdurahman Al Khalidi, yang dikenal sebagai Syekh Kumango, aliran ini tumbuh dan berkembang di lingkungan surau.
Syekh Kumango adalah tokoh penting dalam penyebaran tarekat Samaniyah di Minangkabau. Surau Kumango menjadi pusat ziarah bagi murid-murid tarekat Samaniyah dari berbagai daerah.
Syekh Abdul Rahman Al-Khalidi memiliki dua anak, Ibrahim Panduko Sutan dan Syamsarif Malin Marajo, yang berperan penting dalam mengembangkan Silek Kumango.
Pada tahun 1952, Syamsarif Malin Marajo berhasil menjadi juara pencak silat pada PON II di Jakarta, mengharumkan nama Silek Kumango di Sumatera Barat.
Meskipun sempat mengalami penurunan akibat penculikan dan kematian Syamsarif oleh PKI, Silek Kumango terus berkembang berkat dedikasi para pengikutnya yang mendirikan sasaran-sasaran baru.
Kearifan Lokal dalam Silek Kumango
Silek Kumango tidak hanya tentang keterampilan bela diri, tetapi juga tentang pengajaran nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Proses penerimaan murid baru atau manangkat anak sasian melibatkan syarat-syarat tertentu yang penuh makna simbolis:
- Lado jo garam (cabai dan garam): Simbol agar ilmu yang diperoleh lebih pedas dari cabai dan lebih asin dari garam.
- Pisau tumpul: Simbol bahwa murid baru adalah seperti pisau tumpul yang akan diasah agar menjadi tajam di sasaran.
- Kain putih/kain kafan: Simbol kepasrahan kepada Sang Khalik dan kesediaan untuk kembali kepada-Nya.
- Jarum panjaik jo banang (jarum penjahit dan benang): Simbol efisiensi, hemat, dan tidak boros.
- Bareh sacupak (beras 5 liter): Simbol bekal agar murid mandiri.

Filosofi Langkah Nan Ampek
Pola gerak dalam Silek Kumango menganut sistem langkah nan ampek (langkah empat), yang membagi ruang menjadi empat bagian: depan, belakang, kiri, dan kanan.
Pola ini sering ditemui dalam banyak aliran bela diri lainnya. Dalam Silek Kumango, langkah nan ampek disimbolkan oleh huruf Hijaiyah yang merangkai kata Allah dan Muhammad: Alif, Lam, Lam, Ha dan Mim, Ha, Mim, Dal. Ini merupakan bagian dari pituah filosofis orang Minangkabau yang disebut sagalo nan ampek.
Konsep nan ampek dalam budaya Minangkabau mencakup berbagai aspek seperti batang aka yang terdiri dari:
- Partamo syariaik: Mengacu pada syariah atau aturan agama.
- Kaduo tarikaik: Mengacu pada tarekat atau jalan spiritual.
- Katigo hakikaik: Mengacu pada hakikat atau inti dari ajaran.
- Kaampek makrifat: Mengacu pada pengenalan dan pemahaman mendalam tentang keesaan Tuhan.
Pengajaran dan Penyebaran Silek Kumango
Pengajaran silek tidak hanya tentang mempelajari gerakan, tetapi juga tentang memahami makna filosofis di balik gerakan tersebut. Seorang guru atau guru tuo memainkan peran penting dalam mendampingi murid-muridnya, menekankan nilai-nilai luhur seperti mencari kawan, menjaga kesehatan badan, menguatkan kemauan, dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sistem pengajaran silek Kumango bersifat demokratis dan fleksibel, memungkinkan diskusi antara guru dan murid mengenai gerakan yang diajarkan. Ini mencerminkan nilai-nilai demokratis dalam struktur pemerintahan tradisional Minangkabau.

Tantangan dan Masa Depan Silek Kumango
Saat ini, Silek Kumango menghadapi tantangan dalam hal regenerasi dan minat dari generasi muda. Banyak kaum muda tidak lagi mengenal tradisi ini, dan jumlah murid yang aktif di sasaran-sasaran berkurang. Upaya untuk mendokumentasikan dan melestarikan tradisi ini sangat penting agar kekayaan budaya ini tidak hilang.
Silek Kumango adalah warisan budaya yang kaya dengan nilai-nilai filosofis dan kearifan lokal Minangkabau. Meskipun menghadapi tantangan dalam hal regenerasi, dedikasi para pelaku silek dan upaya dokumentasi dapat memastikan bahwa warisan ini terus hidup dan dikenal oleh generasi mendatang.
Melalui pengajaran yang melibatkan nilai-nilai luhur dan filosofi mendalam, Silek Kumango tetap menjadi salah satu simbol kebanggaan dan identitas budaya Minangkabau.
Dengan memahami lebih dalam tentang asal usul, perkembangan, dan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Silek Kumango, kita dapat lebih menghargai warisan budaya ini dan berupaya untuk melestarikannya bagi generasi mendatang.